Allah swt berfirman:
"Siapakah yang memperkenankan doa orang yang dalam puncak kesusahan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan."(An-Naml: 62)
Dengan kesusahan yang amat sangat hakikat doa dapat diwujudkan. Orang yang sedang dalam puncak kesusahan doanya diijabah oleh Allah, jika ia benar-benar berdoa kepada-Nya. Karena kondisi fisik yang lapang, peluang yang banyak, dan tidak berada pada puncak kesusahan, jiwa manusia sulit untuk bersungguh-sungguh dalam berdoa, menggantungkan hatinya kepada Allah swt dan menyerahkan harapannya hanya kepada-Nya.
"Siapakah yang memperkenankan doa orang yang dalam puncak kesusahan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan."(An-Naml: 62)
Dengan kesusahan yang amat sangat hakikat doa dapat diwujudkan. Orang yang sedang dalam puncak kesusahan doanya diijabah oleh Allah, jika ia benar-benar berdoa kepada-Nya. Karena kondisi fisik yang lapang, peluang yang banyak, dan tidak berada pada puncak kesusahan, jiwa manusia sulit untuk bersungguh-sungguh dalam berdoa, menggantungkan hatinya kepada Allah swt dan menyerahkan harapannya hanya kepada-Nya.
Allah swt menguatkan hal itu dengan firman-Nya: “apabila ia berdoa kepada-Nya.”
Ini menunjukkan adanya kaitan antara kesusahan yang amat parah dengan “hanya berdoa kepada Allah”. Karena puncak kesusahan dapat menyebabkan hati manusia terputus ketergantungan dengan sebab-sebab lahiriyah, ia akan benar-benar hanya menyerahkan harapannya kepada-Nya dan hanya berdoa kepada-Nya. Inilah yang dimaksudkan oleh dua ayat berikut ini:
"Berdo'alah kepada-Ku, niscaya aku memperkenankan bagimu. " (Al-Mukmin: 60). Dalam ayat ini tidak ada syarat dalam ijabah kecuali hakikat doa itu sendiri.
"Dan apabila hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesunggulinya Aku adalah dekat, Aku memperkenankan permohonan orang yang berdo'a apabila ia berdo'a kepada¬Ku. " (Al-Baqarah: 186). Tentang ayat ini dibahas dalam pembahasan sebelumnya.
Dari penjelasan tersebut nampaklah kelemahan pendapat sebagian mufassir yang mengatakan bahwa “Al” pada kalimat Al-Mudhtharru sebagai “Al” lil-jins, yang bermakna: Kesusahan dalam jenis apa saja. Yang benar “Al” tersebut adalah “Al” istighra’, yang artinya sangat: Kesusahan yang amat sangat. Ini dikuatlah oleh kenyataan bahwa banyak orang yang berada dalam bermacam-macam kesusahan doanya tidak diijabah. Berarti kesusahannya kurang bermakna, atau kurang benar-benar susah. Karena orang yang berada dalam puncak kesusahan, ia tak punya harapan dari sebab-sebab lahiriyah, ia akan hanya menggantungkan hatinya kepada Allah swt. Makna inilah yang dikuatkan oleh firman Allah surat Al-Mu’min: 60; dan surat Al-Baqarah: 186. Dua ayat ini menunjukkan bahwa Allah swt tidak pernah mengingkari janji-Nya.
Banyak ayat Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa manusia akan dapat memusatkan perhatiannya kepada Allah ketika ia berada dalam puncak kesusahan dan penderitaan, seperti para penumpang perahu yang dihempas oleh badai di tengah samudera, lalu mereka memusatkan perhatiannya kepada Tuhannya kemudian berdo'a kepada-Nya dengan tulus-ikhlas, dan Dia mengabulkan do'anya, ini dinyatakan dalam firman Allah swt:
"Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri... " (Yunus: 12)
“Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, mereka bergembira karenanya. Datanglah angin badai, dan gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata): "Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur"." (Yunus: 22)
Bagaimana mungkin bisa tergambar, fitrah manusia akan menggantungkan perhatiannya pada sesuatu yang tidak mampu memberi ketenteraman. Fitrah itu tak akan mampu menemukan kedamaian kecuali ia menemukan keperluannya, yakni ia mencari dan mengenal Zat Yang Menciptakan dan Mengatur urusannya. Di sanalah ia akan menemukan kebutuhannya, yaitu di sini Allah Yang Maha Rahman dan Maha Rahim.
Jika dipersoalkan: kalau begitu untuk mencapai kebutuhan, kita tidak perlu memanfaatkan sebab-sebab lahiriyah, kita cukup menggantungkan pada doa dan harapan. Apakah hal ini bermanfaat?
Jawabannya dan uraian lebih detail, silahkan klik disini
Wassalam
Syamsuri Rifai
Macam2 shalat sunnah, doa-doa pilihan, dan artikel2 Islami, Asbabun Nuzul ayat2 dan hadis2 pilihan, dan lainnya, klik di sini:
http://syamsuri149.wordpress.com
http://shalatdoa.blogspot.com
Amalan Praktis harian dan Bulanan, dan doa2 pilihan:
http://islampraktis.wordpress.com
Tafsir tematik, keutamaan surat2 dan ayat 2 Al-Qur’an:
http://tafsirtematis.wordpress.com
Audio shalawat tarhim, doa dan musik2 ruhani (mp3), dilengkapi tek narasi, klik di sini:
http://syamsuri149.multiply.com
Amalan praktis, Adab2 dan doa2 haji dan umroh, klik di sini:
http://almushthafa.blogspot.com
Milis artikel2 Islami, macam2 shalat sunnah, amalan2 praktis dan doa-doa pilihan serta eBooknya, klik di sini:
http://groups.google.com/group/keluarga-bahagia
http://groups.yahoo.com/group/Shalat-Doa
Milis Feng Shui Islami, rahasia huruf dan angka, nama dan kelahiran, rumus2 penting lainnya, dan doa2 khusus, klik di sini:
http://groups.google.co.id/group/feng-shui-islami
No comments:
Post a Comment