الْحَمْدُ للَّهِ رَب الْعَالَمِينَ. الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. مَلِكِ يَوْمِ الدِّينِ. إِيَّاك نَعْبُدُ وَ إِيَّاك نَستَعِين
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.Yang menguasai di Hari Pembalasan. Hanya kepada Engkaulah kami beribadah, dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.Makna Pujian kepada Allah swt
“Alhamdu” adalah pujian terhadap kebaikan yang didasari ikhtiyar. Sedangkan “Almadah” adalah pujian yang sifatnya lebih umum.
“Al” pada kata Alhamdu adalah lil-jins, bermakna semua atau mencakup semua jenis pujian. Makna ini terkandung dalam firman Allah swt:
“Yang demikian itu adalah Allah, Tuhanmu, Pencipta segala sesuatu.”(Al-Mu’min/40: 62). Ayat ini bermakna bahwa segala sesuatu adalah makhluk Allah swt:
“Dialah Yang membuat segala sesuatu sebaik-baiknya makhluk .” (As-Sajadah/32: 7)
Dalam ayat ini Allah menetapkan kebaikan bagi segala sesuatu sebagai makhluk-Nya. Yakni kebaikan dalam proses keterciptaannya. Tidak ada satupun makhluk kecuali baik dan indah karena kebaikan-Nya, dan tidak ada kebaikan kecuali ia adalah makhluk-Nya karena dinisbatkan kepada-Nya. Allah swt berfrman:
“Dialah Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa.” (Az-Zumar: 4)
“Dan tunduklah semua muka kepada Tuhan Yang Hidup dan Maha Mengawasi.” (Thaha: 111)
Berdasarkan ayat-ayat tersebut jelaslah bahwa Allah swt menciptakan makhluk-Nya dan melakukan sesuatu bukan karena dipaksa oleh yang memaksa, tetapi Dia menciptakan dan melakukannya berdasarkan ilmu dan kehendak-Nya. Karena itu, semua perbuatan-Nya adalah baik berdasarkan kehendak-Nya. Inilah makna dari segi perbuatan-Nya, adapun dari segi nama-Nya Dia berfirman:
"Dialah Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia. Dia mempunyai Asmaul husna, nama-nama yang terbaik.” (Thaha: 8)
“Hanya milik Allah asmaul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan asmaul husna itu, dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam
nama-nama-Nya.” (Al-A’raf: 180)
Ayat-ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah Maha Indah dalam semua nama-Nya, Maha Baik dalam segala perbuatan-Nya, dan semua kebaikan berasal dari-Nya.
Karenanya Allah swt dipuji dengan segala keindahan nama-nama-Nya. Tidak ada satu pun pujian kecuali semuanya milik-Nya, karena semua keindahan dan kebaikan yang dipuji berasal dari-Nya. Sehingga hanya milik Allah semua jenis dan tingkatan pujian.
Dari sini jelaslah hubungan makna yang terdapat dalam kalimat: Iyyâka na’budu. Yaitu sebagai ungkapan dari seorang hamba yang diajar, dibimbing dan dituntun oleh Allah swt untuk memuji kepada-Nya, dan untuk menghadap kepada-Nya dalam kedudukan ubudiyah dan pengabdian kepada-Nya. Makna inilah difokuskan dan dikokohkan oleh firman-Nya: Alhamdulillâhi, segala puji bagi Allah.
Larangan Mensifati Allah
kecuali hamba-Nya yang ma’shum
Sebagaimana telah dmaklumi bahwa setiap pujian adalah pensifatan terhadap yang dipuji. Sedangkan Allah swt mensucikan diri-Nya dari segala sifat yang dsifatkan kepada-Nya oleh hamba-Nya, Dia menyatakan dalam firman-Nya:
“Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan, kecuali hamba-hamba Allah yang disucikan dari (dosa).” (Ash-Shaffat: 159-160)
Makna ayat ini sifatnya mutlak tanpa dibatasi oleh suatu batasan. Yakni Allah tidak mengizinkan hamba-hamba-Nya untuk mensifati dan memuji diri-Nya dengan pujian apapun kecuali hamba-hamba-Nya yang mukhlashin, ma’shumin, yang disucikan dan dijaga dari dosa-dosa. Seperti perintah Allah kepada nabi Nuh (as):
“Maka ucapkan: segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kami dari orang-orang yang zalim." (Al-Mu’minun/23: 28). Juga seperti kisah nabi Ibrahim (as):
Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa. (Ibrahim/14: 39). Juga perintah Allah swt kepada Rasulullah saw:
“Maka ucapkan: segala puji bagi Allah, Dia akan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kebesaran-Nya, maka kamu akan mengetahuinya.” (An-Naml/27: 93). Juga kisah nabi Sulaiman (as):
“Keduanya mengucapkan: segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dari kebanyakan hamba-hambanya yang beriman". (An-Naml: 15)
Pengucualian yang lain adalah pujian atau penyifatan dari penghuni surga yang hatinya disucikan dari dosa, kedengkian, kata-kata yang tak berguna, sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah dalam firman-Nya:
“Dan penutup doa mereka ialah: "Alhamdulilâhi Rabbil 'âlamin.” (Yunus: 10)
Allah swt tidak mengizinkan pujian atau penyifatan dari selain mereka. Memang ada kisah yang menunjukan makhluk-makhluk-Nya memuji-Nya, seperti dalam firman-Nya:
“Para malaikat bertasbih dengan memuji Tuhan mereka.” (Asy-Syura: 5)
“Dan guruh itu bertasbih dengan memuji-Nya.” (Ar-Ra’d: 13)
“Tidak ada sesuatupun kecuali ia bertasbih dengan memuji-Nya.” (Al-Isra’: 44)
Allah mengizinkan pujian dari selain mereka yang disucikan dari dosa dengan syarat bertasbih sebelum memuji. Allah swt menjadikan tasbih sebagai dasar diizinkannya memuji Allah swt. Karena selain Allah tidak ada yang mengetahui kebaikan dan kesempurnaan perbuatan-Nya sebagaimana mereka tidak mengetahui keindahan sifat-sifat dan nama-nama-Nya. Allah swt menyatakan dalam firman-Nya:
“Mereka tidak dapat mengetahui ilmu-Nya secara sempurna.” (Thaha: 110)
Disarikan dari Tafsir Al-Mizan, jilid 1, Allamah Thabathaba’i.
Lebih detail berikut ttg keutamaan surat Al-Mulk, klik disini
Wassalam
Syamsuri Rifai
http://syamsuri149.wordpress.com
http://shalatdoa.blogspot.com
http://syamsuri149.multiply.com
No comments:
Post a Comment