Pages

Wednesday, October 28, 2009

Kiat-Kiat memaknai Haji ke dalam Kehidupan

Semua ibadah di dalam Islam memiliki tujuan untuk menciptakan perubahan yang positif dalam kehidupanan manusia. Misalnya shalat memiliki tujuan sebagaimana yang dikumandangkan di TVRI setiap bakdah adzan Maghrib, yaitu Aqimish shalâta, innash shalâta tanhâ ‘anil fakhsyâi wal-munkar: “Dirikan shalat sesungguhnya shalat itu dapat mencegah yang yang keji dan yang mungkar.” (Al-Ankabut: 45).

Tentu timbul pertanyaan: Mengapa shalat tidak merubah kehidupan sebagian kita?
Jawabannya: Karena kita tidak khusuk, tidak melakukan adab-adabnya, dan tidak memahami rahasia-rahasia shalat. Sehingga shalat kita jadikan sebagai ibadah wajib rutinitas, yang tidak memiliki makna dalam kehidupan kita.

Puasa memiliki tujuan agar orang-orang yang beriman menjadi orang-orang yang takwa.
Takwa berasal dari kata “Wiqayah” yang artinya menjaga. Jadi, takwa adalah menjaga dan mengaktualisasikan serta menciptakan keseimbangan potensi diri: potensi pikir, potensi syahwat, dan potensi marah. Dengan puasa dimaksudkan agar kita dapat merasakan penderitaan dan kesengsaraan orang lain.

Tidaklah dapat dipungkiri bahwa suasana puasa di bulan cukup memberi perubahan kehidupan ruhani kita. Ramadhan dapat mengalirkan suasana dan nuansa baru dalam kehidupan kita dan itu bisa kita rasakan di bulan Ramadhan. Menjelang Idul Fitri, suasana itu semakin meningkat persiapan2 ruhaniah. Yang mampu membantu yang lemah, yang kaya mengeluarkan zakat dan sedekah untuk yang fakir dan miskin. Selain itu, terjadi peningkatan yang segnifikan keinginan untuk bersilaturrahmi. Dan keinginan ini diwujudkan di malam dan hari Idul Fitri. Tapi sayang, suasana ini hilang bersama berlalunya bulan Ramadhan dan Idul Fitri.

Zakat memiliki tujuan yang fitri dan manusiawi, mensucikan diri dan harta. Dengan kesucian diri dan harta, manusia dapat menjadi orang yang dermawan, membantu yang membutuhkan dan meringankan penderitaan saudaranya.

Mengapa tujuan-tujuan ibadah belum terwujud dalam kehidupan sebagian kita? Mungkin di antara penyebab-penyebabnya kita belum memaknai tujuan ibadah. Mengapa demikian? Semua ini dikarena methode penyampaian materi dengan sistem pengajaran, bukan dengan methode pendidikan dan motivasi.

Sekiranya pengenalan itu disampaikan dengan methode pendidikan, dan methode training motivasi, saya yakin methode ini akan berpengaruh lebih segnifikan ke dalam kehidupan kita. Sebagaimana materi2 training motivasi yang banyak dilakukan oleh lembaga2 motivasi, yang telah berhasil merubah mental para pesertanya.

Dan ini tak kalah pentingnya dalam hal memaknai ibadah haji. Mengapa ibadah haji tidak merubah mental sebagian kita? Mungkin jawabannya karena kebanyakan kita masih memfokuskan pada pelatihan manasik haji dengan methode pengajaran. Tidak menggunakan methode pendidikan dan motivasi.

Sekiranya materi haji, adab-adabnya dan rahasianya disampaikan dengan methode pendidikan dan training motivasi, kemudian materi2 tertentu dilakukan pada even2 penting dalam ibadah haji misalnya di Madinah, Arafah, Mina, dan lainnya, saya yakin ibadah haji itu akan berpengaruh secara segnifikan pada jema’ah haji. Dan insya Allah pengaruh haji itu tidak hanya dirasakan oleh jema’ah, tetapi juga oleh kita bahkan bangsa dan negara. Karena tujuan haji lebih luas dan mencakup tujuan shalat, puasa dan zakat.
Kapankah kita akan memulai methode ini, methode training motivasi? Yakni, menjadikan materi-materi ibadah haji ke dalam materi training motovasi. Dalam methode ini tidak membedakan antara mereka yang cerdas IQnya dan yang tidak cerdas. Karena methode ini tidak melatih pikiran, tetapi melatih dan membimbing ruhani, yang sekarang dikenal dengan melatih “otak kanan”. Mengapa methode ini tidak segera dimulai? Pahahal methode ini telah terbukti keunggulan dan kesuksesannya.

Bukankah belakangan ini kita saksikan banyak lembaga kemersial dan perusahan membuktikan methode ini, untuk merubah mental para karyawannya, yang akhirnya juga menguntungkan secara materi. Methode ini telah diakui keunggulannya di dunia Islam dan dunia barat.

Haji memiliki tujuan yang jauh lebih utama dari tujuan lembaga2 komersial. Jika lembaga-lembaga komerrsial, ukuran kesuksesaannya merubah mental para karyawannya selain keuntungan material, tentu haji memiliki tujuan yang jauh lebih mulia dari semua ini. Jika lembaga-lembaga komersial bisa mencapai tujuannya, mengapa lembaga2 haji belum mencapai tujuan utama haji? Mari kita diskusikan, kita sharing ilmu dan informasi untuk tujuan yang utama dan mulia ini.

Di antara rahasia-rahasia haji adalah:
Pertama: Ka’bah sebagai power energi Kesucian
Kedua: Ka’bah pusat energi Kemerdekaan
Ketiga: Ka’bah Pusat energi Kebangkitan Manusia
Keempat: Ka’bah dan Perlindungan
Perlu kita ketahui bahwa rahasia haji ini termaktub di dalam Al-Qur’an dan hadis.

Doa2 haji dan Umroh dilengkapi bacaan bacaan teks latin dan terjemahan:
http://almushthafa.blogspot.com

Amalan praktis dan doa-doa pilihan, download di:
http://www.tokoku99.com/product-islami/e-book.html

Wassalam
Syamsuri Rifai
http://syamsuri149.wordpress.com
http://islampraktis.wordpress.com

Info Usaha dan Bisnis Teskara Group
http://infor-indo.blogspot.com




Spiritual Haji: Dalam dialog seorang ulama Ahli hadis dengan Keluarga Nabi saw.

Mengapa ibadah haji tidak bermakna dalam kehidupan pribadi, sosial dan kemasyarakatan, bahkan dalam kenegaraan dan kebangsaan? Mari kita simak dan mengambil pelajaran dari dialog dua tokoh besar. Dialog yang terjadi antara Imam Ali Zainal Abidin (sa) dengan Az-Zuhri di Padang Arafah. Az-Zuhri adalah seorang ulama terkemuka dalam ilmu hadis. Imam Ali Zainal Abidin adalah keluarga Nabi saw yaitu putera Al-Husein cucu Rasulullah saw. Dialog ini saya terjemahkan dari kitab Bihârul Anwar dan kitab Al-Mustadrak. Berikut ini dialognya:

Ali Zainal Abidin (sa) bertanya: Wahai Az-Zuhri, dapatkah kamu menghitung manusia yang ada di sini?
Az-Zuhri menjawab: Aku dapat memperkirakan satu setengah juta, mereka semuanya adalah jema'ah haji, mereka datang kepada Allah dengan harta mereka, mereka berdoa dengan suara yang gemuruh.
Ali Zainal Abidin (sa): Wahai Zuhri, suara gemuruh siapakah yang paling banyak itu dan suara siapa yang paling sedikit?
Az-Zuhri: Semua itu suara gumuruh jema'ah haji.

Ali Zainal Abidin (sa): Apakah kamu mendengar gemuruh suara yang paling sedikit? Wahai Zuhri, dekatkan wajahmu padaku.
Az-Zuhri: Aku dekatkan wajahku kepadanya. Lalu ia mengusapkan tangannya pada wajahku.
Ali Zainal Abidin (sa): Sekarang lihatlah mereka.
Az-Zuhri: Aku memandangi semua manusia, dan aku melihat mereka semuanya adalah kera, aku tidak melihat mereka itu manusia kecuali satu dari setiap sepuluh ribu manusia.
Ali Zainal Abidin (sa): wahai Zuhri, mendekatlah padaku.
Az-Zuhri: Aku mendekat lagi kepadanya. Ia mengusapkan tangannya pada wajahku.
Ali Zainal Abidin (sa): Lihatlah mereka.
Az-Zuhri: Aku memandangi mereka lagi, dan kulihat mereka semuannya babi.
Ali Zainal Abidin (sa): mendekatlah kepadaku.
Az-Zuhri: Aku mendekat lagi kepadanya. Kemudian ia mengusapkan lagi tangannya pada wajahku.
Az-Zuhri: Saat itulah, kulihat mereka semuanya binatang buas, hanya sedikit yang berwujud manusia.
Az-Zuhri: Demi ibuku dan ayahku wahai putera Rasulillah, aku telah dibingungkan oleh tanda-tanda kemuliaanmu dan taajjub dengan keajaibanmu.
Ali Zainal Abidin (sa): Wahai Zuhri, telah kamu saksikan gumuruh dari sekian banyak makhluk itu sedikit yang dari golongan manusia.
Ali Zainal Abidin (sa): Sekarang usapkan tanganmu pada wajahmu.
Az-Zuhri: setelah kuusapkan tanganku pada wajahku, pandangan mataku kembali seperti semula, dan kulihat mereka semuanya manusia.

Ali Zainal Abidin (sa) berkata: "Barangsiapa yang melakukan haji dan mencintai kami Ahlul bait Nabi saw, merubah permusuhannya pada kami, merubah pembinasaan pada dirinya dengan ketaatan kepada kami, kemudian ia hadir ke tempat wuquf ini dengan pasrah pada amanat dan perjanjian kami yang Allah abadikan di Hajar Aswad, maka itulah bagian yang terkecil dari jema'ah haji yang telah kamu lihat. Wahai Zuhri, telah bercerita kepadaku ayahku dari kakekku Rasulullah saw, beliau bersabda: "Tidak akan bermakna haji orang-orang munafik, dan haji orang-orang yang memusuhi Muhammad dan keluarga Muhammad."
(Al-Bihar jld 96, bab 47, hlm 257; Al-Mustadrak 10: 39)

Doa2 haji dan Umroh dilengkapi bacaan bacaan teks latin dan terjemahan:
http://almushthafa.blogspot.com

Amalan praktis dan doa-doa pilihan, download di:
http://www.tokoku99.com/product-islami/e-book.html

Wassalam
Syamsuri Rifai
http://syamsuri149.wordpress.com
http://islampraktis.wordpress.com

Info Usaha dan Bisnis Teskara Group
http://infor-indo.blogspot.com

Spiritual dan Rahasia Haji: Dalam dialog seorang sufi besar dengan Keluarga Nabi saw.

Dialog ini terjadi antara Imam Ali Zainal Abidin (sa) dengan Asy-Syibli. Asy-Syibli adalah seorang ulama sufi besar dan terkenal hingga sekarang, khususnya di kalangan para sufi. Imam Ali Zainal Abidin (sa) adalah putera Al-Husein cucu Rasulullah saw. Dialog ini saya terjemahkan dari kitab Al-Mustadrak. Berikut ini dialognya:

Saat pulang ke Madinah usai menunaikan ibadah haji, Asy-Syibli datang kepada gurunya Ali Zainal Abidin (ra) untuk menyampaikan pengalamannya selama menunaikan ibadah haji. Dalam pertemuan itu terjadilah dialog antara seorang guru dengan muridnya.

Ali Zainal Abidin (sa): Wahai Syibli, Anda sudah menunaikan ibadah haji?
Asy-Syibli: Ya, sudah yabna Rasulillah (wahai putra Rasulillah)
Ali Zainal Abidin (sa): Apakah Anda sudah berhenti miqat, kemudian menanggalkan semua pakaian terjahit yang dilarang bagi orang yang menunaikan ibadah haji, kemudian Anda mandi sunnah untuk memakai baju ihram?
Asy-Syibli: Ya, semua sudah saya lakukan.

Ali Zainal Abidin (sa): Apakah ketika berhenti di miqat Anda menguatkan niat, dan menanggalkan semua pakaian maksiat kemudian menggantinya dengan pakaian ketaatan?
Asy-Syibli: Tidak.
Ali Zainal Abidin (sa): Pada saat Anda menanggalkan pakaian yang terlarang itu apakah Anda sudah menghilangkan perasaan riya', munafik, dan semua subhat (yang diragukan hukumnya).
Asy-Syibli: Tidak.
Ali Zainal Abidin (sa): Ketika Anda mandi sunnah dan membersihkan diri sebelum memakai pakaian ihram, apakah Anda juga berniat membersihkan diri dari segala macam noda-noda dosa?
Asy-Syibli: Tidak.
Ali Zainal Abidin (sa): Jika demikian, Anda belum berhenti miqat, belum menanggalkan pakaian yang yang terjahit, dan belum mandi membersihkan diri.
Ali Zainal Abidin (sa): Ketika Anda mandi, berihram dan mengucapkan niat untuk memasuki ibadah haji, apakah Anda sudah menguatkan niat dan tekad hendak membersihkan diri dan mensusikannya dengan pancaran cahaya taubat dengan niat yang tulus karena Allah swt?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Apakah pada saat memakai baju ihram Anda berniat untuk menjauhkan diri dari segala yang diharamkan oleh Allah Azza wa Jalla.
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (ra): Apakah ketika berada dalam ibadah haji yang terikat dengan ketentuan-ketentuan haji, Anda telah melepaskan diri dari segala ikatan duniawi dan hanya mengikatkan diri dengan Allah swt?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Kalau begitu, Anda belum membersihkan diri, belum berihram, dan belum mengikat diri Anda dalam menunaikan ibadah haji.
Ali Zainal Abidin (sa): Bukankah Anda telah memasuki miqat, shalat ihram dua rakaat, kemudian mengucapkan talbiyah?
Asy-Syibli: Ya, semua itu sudah saya lakukan.

Ali Zainal Abidin (sa): Ketika memasuki miqat apakah Anda berniat akan melakukan ziarah untuk mencari ridha Allah swt?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Pada saat melaksanakan shalat ihram dua rakaat, apakah Anda berniat untuk mendekatkan diri kepada Allah swt dengan tekad akan memperbanyak shalat sunnah yang sangat tinggi nilainya?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Jika demikian, Anda belum memasuki miqat, belum mengucapkan talbiyah, dan belum menunaikan shalat ihram dua rakaat.

Ali Zainal Abidin (sa): Apakah Anda telah memasuki Masjidil Haram, memandang Ka'bah dan melakukan shalat disana?
Asy-Syibli: Ya, semua sudah saya lakukan.

Ali Zainal Abidin (sa): Pada saat memasuki Masjidil Haram, apakah Anda bertekad untuk mengharamkan diri Anda dari mengunjing orang-orang islam?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Ketika sampai di kota Mekkah, apakah Anda menguatkan keyakinan bahwa hanya Allah-lah tujuan hidup?
Asy-Syibli: Tidak

Ali Zainal Abidin (sa): Jika demikian, Anda belum memasuki Masjidil Haram, belum memandang Ka'bah, dan belum melakukan shalat di dekat Ka'bah.
Asy-Syibli:

Ali Zainal Abidin (sa): Apakah Anda sudah melakukan thawaf, dan sudah menyentuh sudut-sudut Ka'bah?
Asy-Syibli: Ya, saya sudah melakukan thawaf.

Ali Zainal Abidin (sa): Ketika thawaf, apakah Anda berniat untuk lari menuju ridha Allah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu?
Asy-Syibli: Tidak.
Ali Zainal Abidin (sa): Jika demikian, Anda belum melakukan thawaf, dan belum menyentuh sudut-sudut Ka'bah.

Ali Zainal Abidin (sa): Apakah Anda sudah berjabatan tangan dengan hajar Aswad, dan melakukan shalat sunnah di dekat Maqam Ibrahim?
Asy-Syibli: Ya, saya sudah melakukannya.

Ali Zainal Abidin (sa): Mendengar jawaban Asy-Syibli, Ali Zainal Abidin (ra) menangis dan memandangnya seraya berkata:
"Ya sungguh benar, barangsiapa yang berjabatan tangan dengan Hajar Aswad, ia telah berjabatan tangan dengan Allah. Karena itu, ingatlah baik-baik wahai manusia, janganlah sekali-kali kalian berbuat sesuatu yang menghinakan martabatmu, jangan menjatuhkan kehormatanmu dengan perbuatan durhaka dan maksiat kepada Allah Azza wa Jalla, jangan melakukan apa saja yang diharamkan oleh Allah swt sebagaimana yang dilakukan orang-orang yang bergelimang dosa.

Ali Zainal Abidin (sa): Ketika berdiri di Maqam Ibrahim, apakah Anda menguatkan tekad untuk berdiri di jalan kebenaran dan ketaatan kepada Allah swt, dan bertekad untuk meninggalkan semua maksiat?
Asy-Syibli: Tidak, saat itu tekad tersebut belum kusebutkan dalam niatku.

Ali Zainal Abidin (sa): Ketika melakukan shalat dua rakaat di dekat Maqam Ibrahim, apakah Anda berniat untuk mengikuti jejak Nabi Ibrahim (sa), dalam shalat ibadahnya, dan kegigihannya dalam menentang bisikansetan.
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Kalau begitu, Anda belum berjabatan tangan dengan Hajar Aswad, belum berdiri di Maqam Ibrahim, dan belum melakukan shalat di dekat Maqam Ibrahim.

Ali Zainal Abidin (sa): Apakah Anda sudah memperhatikan sumur air Zamzam dan minum airnya?
Asy-Syibli: Ya, saya sudah melakukannya.

Ali Zainal Abidin (sa): Ketika memperhatikan sumur itu, apakah Anda mencurahkan semua perhatian untuk mematuhi semua perintah Allah. Dan apakah saat itu Anda berniat untuk memejamkan mata dari segala kemaksiatan.
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Jika demikian, Anda belum memperhatikan sumur air Zamzam dan belum minum air Zamzam.

Ali Zainal Abidin (sa): Apakah Anda melakukan sa'i antara Shafa dan Marwa?
Asy-Syibli: Ya, saya sudah melakukannya.

Ali Zainal Abidin (sa): Apakah saat itu Anda mencurahkan semua harapan untuk memperoleh rahmat Allah, dan bergetar tubuhmu karena takut akan siksaan-Nya?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Kalau begitu, Anda belum melakukan sa'i antara Shafa dan Marwa.

Ali Zainal Abidin (sa): Apakah Anda sudah pergi ke Mina?
Asy-Syibli: Ya, tentu sudah.

Ali Zainal Abidin (sa): Apakah saat itu Anda telah sunggu-sungguh bertekad agar semua manusia aman dari gangguan lidah, hati dan tangan Anda sendiri?
Asy-Syibli: Tidak.
Ali Zainal Abidin (sa): Kalau begitu, Anda belum pergi ke Mina.

Ali Zainal Abidin (sa): Apakah Anda sudah wuquf di padang Arafah? Sudahkah Anda mendaki Jabal Rahmah? Apakah Anda sudah mengunjungi lembah Namirah dan berdoa di di bukit-bukit Shakharat?
Asy-Syibli: Ya, semuanya sudah saya lakukan.

Ali Zainal Abidin (sa): Ketika berada di Padang Arafah, apakah Anda benar-benar menghayati makrifat akan keagungan Allah? Dan apakah Anda menyadari hakekat ilmu yang dapat mengantarkan diri Anda kepada-Nya? Apakah saat itu Anda menyadari dengan sesungguhnya bahwa Allah Maha Mengetahui segala perbuatan, perasaan dan suara nurani?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Ketika mendaki Jabal Rahmah, apakah Anda tulus ikhlas mengharapkan rahmat Allah untuk setiap mukmin, dan mengharapkan bimbingan untuk setiap muslim?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Ketika berada di lembah Namirah apakah Anda punya tekad untuk tidak menyuruh orang lain berbuat baik sebelum terlebih dahulu Anda menyuruh diri Anda berbuat baik? Apakah Anda bertekad tidak melarang orang lain berbuat maksiat sebelum Anda mencegah diri Anda dari perbuatan tersebut?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Ketika Anda berada di bukit-bukit itu, apakah Anda benar-benar menyadari bahwa tempat itu merupakan saksi atas segala kepatuhan kepada Allah swt. Dan Tahukah Anda bahwa bukit-bukit itu bersama para malaikat mencatatnya atas perintah Allah Penguasa tujuh langit dan bumi?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Kalau begitu Anda belum berwuquf di Arafah, belum mendaki Jabal Rahmah, belum mengunjungi lembah Namirah dan belum berdoa di tempat-tempat itu.

Ali Zainal Abidin (sa): Apakah Anda melewati dua bukit Al-Alamain dan menunaikan shalat dua rakaat sebelumnya? Apakah setelah itu Anda melanjutkan perjalanan menuju Muzdalifah, mengambil batu di sana, kemudian berjalan melewati Masy'aril Haram?
Asy-Syibli: Ya, semuanya sudah saya lakukan.

Ali Zainal Abidin (sa): Ketika Anda melakukan shalat dua rakaat, apakah Anda meniatkan shalat itu sebagai shalat Syukur, shalat untuk menyampaikan rasa terima kasih pada malam tanggal 10 Dzulhijjah, dengan harapan agar tersingkir dari semua kesulitan dan mendapat kemudahan?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Ketika melewati dua bukit itu dengan meluruskan pandangan, tidak menoleh ke kanan dan ke kiri, apakah Anda benar-benar bertekad tidak akan berpaling pada agama lain, tetap teguh dalam agama Islam, agama yang hak yang diridhai oleh Allah swt? Benarkah Anda memperkuat tekad untuk tidak bergeser sedikitpun, baik dalam hati, ucapan, gerakan maupun perbuatan?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Ketika berada di Muzdalifah dan mengambil batu di sana, apakah Anda benar-benar bertekah untuk melempar jauh-jauh segala perbuatan maksiat dari diri Anda, dan berniat untuk mengejar ilmu dan amal yang diridhai oleh Allah swt?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Pada saat Anda melewati Masy'aril Haram, apakah Anda bertekad untuk menjadikan diri Anda sebagai keteladan kesucian agama Islam seperti orang-orang yang bertakwa kepada Allah swt?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Kalau begitu, Anda belum melewati Al-Alamain, belum melakukan shalat dua rakaat, belum berjalan menuju Muzdalifah, belum mengambil batu di tempat itu, dan belum melewati Masy'aril Haram.

Ali Zainal Abidin (sa): Wahai Syibli, apakah Anda telah sampai di Mina, telah melempar Jumrah, telah mencukur rambut, telah menyembelih binatang kurban, telah menunaikan shalat di masjid Khaif; kemudian kembali ke Mekkah dan melakukan thawaf ifadhah?
Asy-Syibli: Ya, saya sudah melakukannya.

Ali Zainal Abidin (ra): Setelah tiba di Mina, apakah Anda menyadari bahwa Anda telah sampai pada tujuan, dan bahwa Allah telah memenuhi semua hajat Anda?
Asy-Syibli: Tidak.
Ali Zainal Abidin (sa): Pada saat melempar Jumrah, apakah Anda bertekad untuk melempar musuh Anda yang sebenarnya yaitu iblis dan memeranginya dengan cara menyempurnakan ibadah haji yang mulia itu?
Asy-Syibli: Tidak

Ali Zainal Abidin (sa): Ketika Anda mencukur rambut, apakah Anda bertekad untuk mencukur semua kehinaan diri Anda sehingga diri Anda menjadi suci seperti baru lahir perut ibu Anda?
Asy-Syibli: Tidak.
Ali Zainal Abidin (sa): Ketika melakukan shalat di masjid Khaif, apakah Anda benar-benar bertekad untuk tidak merasa takut kepada siapaun kecuali kepada Allah swt dan dosa-dosa yang telah Anda lakukan.
Asy-Syibli: Tidak.
Ali Zainal Abidin (sa): Ketika Anda menyembelih binatang kurban, apakah Anda bertekad untuk memotong belenggu kerakusan diri Anda dan menghayati kehidupan yang suci dari segala noda dan dosa? Dan apakah Anda juga bertekad untuk mengikuti jejak nabi Ibrahim (sa) yang rela melaksanakan perintah Allah sekalipun harus memotong leher puteranya yang dicintai?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Ketika Anda kembali ke Mekkah untuk melakukan thawaf ifadhah, apakah Anda berniat untuk tidak mengharapkan pemberian dari siapapun kecuali dari karunia Allah, tetap patuh kepada-Nya, mencintai-Nya, melaksanakan perintah-Nya dan selalu mendekatkan diri kepada-Nya?
Asy-Syibli: Tidak.

Ali Zainal Abidin (sa): Jika demikian, Anda belum mencapai Mina, belum melempar Jumrah, belum mencukur rambut, belum menyembelih kurban, belum melaksanakan manasik, belum melaksanakan shalat di masjid Khaif, belum melakukan thawaf ifadhah, dan belum mendekatkan diri kepada Allah swt. Karena itu, kembalilah ke Mekkah, sebab Anda sesungguhnya belum menunaikan ibadah haji.

Mendengar penjelasan Ali Zainal Abidin (sa), Asy-Syibli menangis dan menyesali kekurangannya yang telah dilakukan dalam ibadah haji. Sejak itu ia berusaha keras memperdalam ilmu Islam agar pada tahun berikutnya ia dapat menunaikan ibadah haji secara sempurna. (Al-Mustadrak 10: 166)

Doa2 haji dan Umroh dilengkapi bacaan bacaan teks latin dan terjemahan:
http://almushthafa.blogspot.com

Amalan praktis dan doa-doa pilihan, download di:
http://www.tokoku99.com/product-islami/e-book.html

Wassalam
Syamsuri Rifai
http://syamsuri149.wordpress.com
http://islampraktis.wordpress.com

Info Usaha dan Bisnis Teskara Group
http://infor-indo.blogspot.com




Tuesday, October 27, 2009

Mengapa Gagal dan Stress?

Orang yang salah berpikir tentu ia akan salah langkah. Salah langkah tentu ia akan gagal. Mengapa kegagalan menyebabkan kita stress, kecewa, dan putus asa ? Karena kita telah dikuasai oleh pikiran negatif. Sehingga hilanglah semangat, tekad dan keyakinan.

Padahal tak ada seorang pun yang bisa membantah bahwa keyakinan adalah kunci utama kesuksesan dalam segala bidang usaha dan cita-cita.

Jika kita ingin sukses, kita harus memiliki keyakinan yang kuat, semangat yang smart. Memiliki ilmu dan langkah-langkah jitu untuk mencapai harapan yang dicita-citakan.

Keyakinan dan semangat juga belum cukup. Sebagai seorang mukmin kita harus memiliki keyakinan yang kuat bahwa doa punya pengaruh yang sangat kuat untuk mengantarkan kita ke pintu gerbang kesuksesan. Telah diakui oleh para pakar motivasi bahwa doa dapat mengalirkan energi yang dahsyat sehingga kita memiliki kekuatan dan semangat yang benar-benar baru untuk menggapai harapan, dan sekaligus melumpuhkan pengaruh-pengaruh energi negatif yang menghalangi kesuksesan.

Allah swt menyatakan dalam firman-Nya :
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah (mengoptimalkan potensi diri), niscaya Dia akan mengkaruniakan solusi baginya, dan memberikan kepadanya rejeki yang tak terduga-duga.” (Ath-Thalaq/65: 2-3)

Takwa artinya menjaga, menciptakan keseimbangan dan mengoptimalkan tiga potensi diri. Yaitu potensi: pikir, syahwat (daya tarik), dan marah (daya tolak). Di sinilah kunci kesuksesan manusia dalam segala bidang.

Doa2 haji dan Umroh dilengkapi bacaan bacaan teks latin dan terjemahan:

Amalan praktis dan doa-doa pilihan, download di:

Wassalam
Syamsuri Rifai

Info Usaha dan Bisnis Teskara Group




Kiat Hilangkan Stress dan Gapai Sukses

Sebagai pengantar untuk memasuki kiat-kiat ini, saya akan kutipkan hasil penelitian para ahli Fisika Kuantum:
Pierre Franckh (Jerman) menyebutkan dalam bukunya “Law of Resonance”:
Melalui gelombang elektrik dan magnet yang dipancarkan oleh hati, keyakinan kita mengalami perubahan timbal-balik dengan dunia nyata.

Penelitian yang dilakukan oleh HearthMath Institute menunjukkan seberapa besar energi yang dipancarkan itu.
• Daya sinar elektrik dari hati (EKG) mencapai hingga 60 kali lebih kuat daripada sinyal elektrik yang dihasilkan oleh otak (EEG)
• Medan magnit dari hati bahkan 5.000 kali lebih kuat daripada yang ditimbulkan oleh otak.

Islam mengajarkan kepada kita kiat-kiat yang ampuh untuk menghilangkan stress, menciptakan suasana baru dalam pikiran dan hati kita. Sehingga kita memiliki energi dan kekuatan yang baru untuk mencapai sukses. Kiat-kiat itu antara lain:

Pertama: Usahakan berada dalam kondisi suci dari hadas.
Kedua: Usahakan dan biasakan bersedekah/berinfak sesuai kemampuan dengan niat yang ikhlas, khususnya saat memberikan.
Ketiga: Lakukan khalwat/’uzlah/meditasi setiap hari setidaknya antara 10 menit hingga satu jam. Tujuannnya merenungi dan mengevaluasi diri. Kiat ini sangat efektif untuk memperkuat energi golombang resonansi kita
Keempat: Lakukan shalat Istighfar. Caranya klik disini
Membaca istighfar sebanyak 71 kali, kemudian akhiri dengan membaca tasbih sembilan kali. Lakukan kiat ini dengan khusuk dan fokus sehingga benar-benar dapat dirasakan gelombang resonansinya.
Kelima: Setelah benar-benar hati kita khusuk dan fokus, maka bacalah salah satu Asmaul Husna sesuai dengan hajat dan kebutuhan kita. Misalnya untuk taubat: Ya Ghaffâr dan Ya Tawwâb. Perlindungan: Ya Jabbâr dan Ya Qahhâr. Untuk ilmu: Ya’Alim ya Khabîr. Untuk Rizki: Ya Fattâh, ya Wahhâb, ya Razzâq, ya Mughnî.
Keenam: Kemudian bacalah doa sesuai dengan hajat Anda. Atau berdoalah dengan bahasa kita sendiri dalam kondisi sujud dan khusuk.

Petunjuk dari Imam Ali bin Abi Thalib (sa)
Untuk menjawab pengaduan orang yang ingin punya keturunan, Imam Ali bin Abi Thalib (sa) menyatakan: “Jika kamu ingin punya keturunan, berwudhu’lah secara sempurna, kemudian lakukan shalat dua rakaat secara baik. Setelah shalat sujudlah sambil membaca Istighfar sebanyak 71 kali, kemudian membaca doa …

Selanjutnya beliau berkata:
“Allah pasti memperkenankan keinginanmu, dan kamu jangan ragu dalam hal ini. Aku menyuruh kamu bersuci karena Allah swt berfirman: “Dia mencintai orang-orang yang bersuci.” (Al-Baqarah: 222); aku perintahkan kamu melakukan shalat, karena aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Keadaan seorang hamba yang paling dekat dengan Tuhannya adalah ketika Dia melihatnya dalam keadaan sujud dan ruku’; aku perintahkan kamu beristighfar karena Allah swt berfirman: “Berisighfarlah kamu kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu..” (Nuh: 10-11); dan Allah swt berfirman kepada Nabi-Nya: “Jika kamu beristighfar untuk mereka tujuh puluh kali, Allah tidak akan mengampuni mereka,” karena itu aku perintahkan kamu melebihi tujuh puluh kali.” (Mafatihul Jinan)




Doa2 haji dan Umroh dilengkapi bacaan bacaan teks latin dan terjemahan:

Amalan praktis dan doa-doa pilihan, download di:

Wassalam
Syamsuri Rifai

Info Usaha dan Bisnis Teskara Group


Sunday, October 25, 2009

Kisah Alam Barzakh: Hutang dan Siksa Kubur

Kisah ini adalah kisah Sayyid Ali seorang yang mulia alim dan wara'. Dia adalah putera seorang ulama besar, seorang faqih (seorang mujtahid) yang mulia, teladan dalam perjalanan ruhani Al-Amir Sayyid Hasan bin Al-Amir Sayyid Muhammad Baqir bin Al-Amir Ismail Al-Isfahani. Ia berkisah sebagai berikut:

Setelah ayahku Allamah (orang yang sangat alim) meninggal, aku tinggal di Masyhad (Iran), sibuk menuntut ilmu. Sampai sekarang aku tidak banyak tahu tentang urasan ayahku secara detail, yang tahu adalah saudara-saudaraku. Setelah tujuh bulan dari wafatnya ayahku ibuku meninggal, dan jenazahnya dibawa dan dikuburkan di Najef (Irak).

Tidak lama kemudian aku bermimpi: seolah-olah aku duduk di rumahku. Ketika ayahku masuk, aku berdiri dan mengucapkan salam, kemudian ia duduk di depanku, dan menyapaku dengan lemah lembut, dan aku tahu bahwa ia telah meninggal.
Lalu aku bertanya: Bukankah ayah meninggal di Isfahan?
Ayahku menjawab: Ya, tapi mereka memindahkan aku ke Najef, dan aku sekarang tinggal di sana.
Aku bertanya: Ibu di dekat ayah?
Ayahku menjawab: Tidak
Aku bertanya: Ibu tidak tinggal di Najef?
Ayahku menjawab: Ya, tapi di tempat yang lain.
Aku baru tahu bahwa tempat tinggal orang yang alim lebih mulia dari orang yang tidak alim.
Kemudian aku bertanya tentang keadaannya.
Ayahku menjawab: Dahulu aku kuburku kesempitan, dan sekarang Alhamdulillah dalam keadaan yang baik, kesempitan dan himpitan itu menghilang dariku.

Aku heran atas kejadian itu, dan dengan heran aku bertanya: Ayah dalam kesempitan?
Ayahku menjawab: Ya, karena Haji Ridha bin A`a Babasy Syahir menagihku, dan itu yang menyebabkan keburukan keadaanku.
Aku bertambah heran, lalu aku terbangun dari tidurku dalam keadaan takut dan heran. Kemudian aku mengirim surat kepada saudaraku tentang wasiat ayahku dalam mimpiku. Dalam suratku aku bertanya, apakah ayah punya hutang kepada orang tersebut, atau tidak? Ia membalas suratku, dalam suratnya saudaraku mengatakan: Aku sudah membuka buku harian ayah, tapi aku tidak menemukan nama orang tersebut; lalu aku mengirim surat lagi untuk kedua kalinya, agar menanyakan langsung kepada orang yang bersangkutan. Lalu saudaraku menjawab suratku: setelah aku tanya pada orang tersebut ternyata benar ayahku pernah berutang kepadanya.

Orang tersebut berkata: Ya, ayahmu punya hutang kepadaku sebesar delapan belas Tuman (mata uang Iran), dan tidak ada seorang pun yang tahu kecuali Allah. Setelah wafatnya aku pernah bertanya kepadamu: apakah namaku ada dalam daftar buku harian ayahmu, kamu menjawab tidak ada. Aku kecewa dan hatiku terasa sesak, karena aku pernah meminjamkan uang padanya tanpa bukti secarik kertas, dan aku yakin ia tidak mencatat dalam buku hariannya, kemudian saat itu aku pulang dengan hati yang kecewa.

Kemudian saudaraku berkata kepadanya bahwa aku bermimpi hal itu, dan akan membayarkan hutang ayahku. Kemudian orang tersebut berkata: Karena berita dari saudaramu ini, sekarang hutangnya aku relakan dan aku ikhlaskan.
Kisah ini dikutip oleh Syeikh An-Nuri (ra) dalam kitabnya Dar As-Salam 2: 164.

Doa2 haji dan Umroh dilengkapi bacaan bacaan teks latin dan terjemahan:

Amalan praktis dan doa-doa pilihan, download di:

Wassalam
Syamsuri Rifai

Info Usaha dan Bisnis Teskara Group
http://infor-indo.blogspot.com

Thursday, October 22, 2009

Munajat Para Pensyukur Nikmat

بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على محمد وآل محمد
Bismillahir Rahmânir Rahîm
Allâhumma shalli ‘alâ Muhammadin wa âli Muhammad

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Rasulullah dan keluarganya


اِلهي اَذْهَلَني عَنْ اِقامَةِ شُكْرِكَ تَتابُعُ طَوْلِكَ، وَاَعْجَزَني عَنْ اِحْصاءِ ثَنائِكَ فَيْضُ فَضْلِكَ، وَشَغَلَني عَنْ ذِكْرِ مَحامِدِكَ تَرادُفُ عَوائِدِكَ، وَاَعْياني عَنْ نَشْرِ عَوارِفِكَ تَوالي اَياديكَ
Ilâhî ad-halanî ‘an iqâmati syukrika tatâbu’u thawlika, wa a’jzanî ‘an ihshâi tsanâika faydhu fadhlika, wa syaghalanî ‘an dzikri mahâmidika tarâdufu ‘awâidika, wa a’yânî ‘an nasyri ‘awârifika tawâlî ayâdîka.

Tuhanku
Runtunan karunia-Mu telah melengahkan aku
untuk benar-benar bersyukur pada-Mu
Limpahan anugerah-Mu telah melemahkan aku
untuk menghitung pujian atas-Mu
Iringan ganjaran-Mu telah menyibukkan aku
untuk menyebut kemuliaan-Mu
Rangkaian bantuan-Mu telah melalaikan aku
untuk memperbanyak pujian pada-Mu

وَهذا مَقامُ مَنِ اعْتَرَفَ بِسُبُوغِ النَّعْماءِ وَقابَلَها بِالتَّقْصيرِ، وَشَهِدَ عَلى نَفْسِهِ بِالاِْهْمالِ وَالتَّضْييعِ، وَاَنْتَ الرَّؤوفُ الرَّحيمُ الْبَّرُ الْكَريمُ، الَّذي لا يُخَيِّبُ قاصِديهِ وَلا يَطْرُدُ عَنْ فِنائِهِ امِليهِ
Wa hâdzâ maqâmu mani’tarafa bisbûghin na’mâi wa qâbilihâ bit-taqshîr, wa syahida ‘alâ nafsihi bil-ihmâli wat-tadhfsihi bil-ihmâli wat-tadhyî’, wa Antar raûfur rahîm al-barrul karîm, alladzî lâ yukhayyibu qâshidîhi wa lâ yathrudu ‘an finâihi âmilihi.

Inilah tempat orang yang mengakui limpahan nikmat
tetapi membalasnya tanpa terima kasih
yang menyaksikan kelalaian dan kealpaan dirinya
Padahal Engkau Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Mahabaik dan Maha Pemurah
Yang tak kan mengecewakan pencari-Nya
Yang tak kan mengusir dari sisi-Nya pendamba-Nya

بِساحَتِكَ تَحُطُّ رِحالُ الرّاجينَ، وَبِعَرْصَتِكَ تَقِفُ امالُ الْمُسْتَرْفِدينَ، فَلا تُقابِلْ امالَنا بِالتَّخْييبِ وَالاِْياسِ، وَلا تُلْبِسْنا سِرْبالَ الْقُنُوطِ وَالاِْبْلاسِ
Bisâhatka tahuththu rihâlur râjîn, wa bi’arshatika taqifu âmâlul mustarfidîn, falâ tuqâbil âmâlanâ bit-takhyîbi wal-iyâsi, walâ tulbisnâ sirbâlal qunûthi wal-iblâsi.

Di halaman-Mu singgah kafilah pengharap
Di serambi-Mu berhenti dambaan para pencari karunia
Janganlah membalas harapan kami dengan kekecewaan dan kepu¬tusasaan
Janganlah menutup kami dengan jubah keprihatinan dan keraguan

اِلهي تَصاغَرَ عِنْدَ تَعاظُمِ الائِكَ شُكْري وَتَضاءَلَ في جَنْبِ اِكْرامِكَ اِيّايَ ثَنائي وَنَشْري، جَلَّلَتْني نِعَمُكَ مِنْ اَنْوارِ الاْيمانِ حُلَلاً، وَضَرَبَتْ عَلَيَّ لَطائِفُ بِرّكَ مِنَ الْعِزِّ كِلَلاً، وَقَلَّدَتْني مِنَنُكَ قَلائِدَ لا تُحَلُّ، وَطَوَّقَتْني اَطْواقاً لا تُفَلُّ
Ilâhî tashâghara ‘inda ta’âzhumil aika syukrî wa tadhâala fî janbi ikrâmika iyyâya tsânâî wa nasyrî, jallatnî ni’amuka min anwâril îmâni hulalâ, wa dharabat ‘alayya lathâifu birrika minal ‘izzi kilalâ, wa qalladatnî minanuka qalâida lâ tahullu, wa thawwaqatnî athwâqan lâ tufallu.

Ilahi
Besarnya nikmat-Mu mengecilkan rasa syukurku
Memudar, di samping limpahan anugerah-Mu, puji dan san¬jungku
Karunia-Mu yang berupa cahaya iman menutupku dengan pakaian kebesaran
Curahan anugerah-Mu membungkusku dengan busana kemuliaan
Pemberian-Mu merangkaikan padaku kalung yang tak terpecahkan
dan melingkari leherku dengan untaian yang tak teruraikan

فَآلاؤُكَ جَمَّةٌ ضَعُفَ لِساني عَنْ اِحْصائِها، وَنَعْماؤُكَ كَثيرَةٌ قَصُرَ فَهْمي عَنْ اِدْراكِها فَضْلاً عَنِ اسْتِقْصائِها، فَكَيْفَ لي بِتَحْصيلِ الشُّكْرِ وَشُكْري اِيّاكَ يَفْتَقِرُ اِلى شُكْر، فَكُلَّما قُلْتُ لَكَ الْحَمْدُ وَجَبَ لِذلِكَ اَنْ اَقُولَ لَكَ الْحَمْدُ
Fa-alâuka jammatun dha’ufa lisânî ‘an ihshâihâ, wa na’mâuka katsîratn qashura ‘an idrâkihâ fadhlan ‘anistiqshâihâ. Fakayfalî bitahshîlisy syukri wa syukrî iyyâka yaftaqiru ilâ syukrin, fakullamâ qultu lakal hamdu wajaba lidzâlika an aqûla lakal hamdu.

Anugerah-Mu tak terhingga
sehingga kelu lidahku menyebutkannya
Karunia-Mu tak berbilang
sehingga lumpuh akalku memahaminya
apatah lagi menentukan luasnya

Bagaimana mungkin aku berhasil mensyukuri-Mu
karena rasa syukurku pads-Mu memerlukan syukur lagi
Setiap kali aku dapat mengucapkan: Bagi-Mu pujian
saat itu juga aku terdorong mengucapkan: Bagi-Mu pujian

اِلهي فَكَما غَذَّيْتَنا بِلُطْفِكَ وَرَبَّيْتَنا بِصُنْعِكَ فَتَمِّمْ عَلَيْنا سَوابِـغَ النِّعَمِ وَادْفَعْ عَنّا مَكارِهَ النِّقَمِ، وَآتِنا مِنْ حُظُوظِ الدّارَيْنِ اَرْفَعَها وَاَجَلَّها عاجِلاً وَآجِلاً، وَلَكَ الْحَمْدُ عَلى حُسْنِ بَلائِكَ وَسُبُوغِ نَعْمائِكَ حَمْداً يُوافِقُ رِضاكَ، وَيَمتَرِى الْعَظيمَ مِنْ بِرِّكَ وَنَداكَ، يا عَظيمُ يا كَريمُ بِرَحْمَتِكَ يا اَرْحَمَ الرّاحِمينَ

Ilâhî fakamâ ghadzdzaytanâ biluthfika wa rabbaytanâ bishun’ika fatammim ‘alaynâ sawâbighan ni’ami, wadfa’ ‘annâ makârihan niqami, wa âtinâ min huzhûzhid dârayni arfa’ahâ ‘âjilan wa âjilan. Lakal hamdu ‘alâ husni balâika wa subûghi na’mâika hamdan yuwâfiqu ridhâka, wa yamtaril ‘azhîma min birrika wa nadâka, yâ ‘azhîmu yâ karîm, birahmatika yâ Arhamar râhimîn.

Ilahi
Sebagaimana Engkau makmurkan kami dengan karunia-Mu
dan memelihara kami dengan pemberian-Mu
Sempurnakan bagi kami limpahan nikmat-Mu
Tolakkan dari kami kejelekan azab-Mu
Berikan pada kami, di dunia dan akhirat,
yang paling tinggi dan paling mulia lambat atau segera

Bagi-Mu pujian atas keindahan ujian-Mu dan limpahan kenikmatan-Mu
Bagi-Mu pujian yang selaras dengan ridha-Mu
yang sepadan dengan kebesaran kebajikan-Mu
Wahai Yang Maha Agung, Wahai Yang Maha Pemurah Dengan rakhmat-Mu
Ya Arhamar-Rahimin, Wahai Yang Paling Pengasih dari semua yang mengasihi

Munajat ini adalah munajat ke 6 dari l5 munajat Imam Ali Zainal Abidin (sa), salah seorang cucu Rasulullah saw. (kitab Mafatihul Jinan, kunci-kunci surga)

Doa2 haji dan Umroh dilengkapi bacaan bacaan teks latin dan terjemahan:
http://almushthafa.blogspot.com

Amalan praktis dan doa-doa pilihan, download di:
http://www.tokoku99.com/product-islami/e-book.html

Wassalam
Syamsuri Rifai
http://syamsuri149.wordpress.com
http://islampraktis.wordpress.com

Followers