Di dunia kita saat ini, saat ilmu pengetahuan telah berkembang sangat pesat, dan percobaan telah mencapai suatu tahap yang paling gemilang, para ilmuwan dan cendekiawan belum dapat memberikan batasan yang jelas tentang konsep kebahagiaan dan kiat-kiat untuk mencapainya. Hatta para ilmuwan Barat tidak kurang menukil 288 pendapat mengenai definisi kebahagiaan, dan masih terjadi pertentangan yang hebat di antara mereka mengenai cara mencapai kebahagiaan.
Masyarakat manusia pada perjalanan seiarahnya menempuh berbagai jalan untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagian dari mereka mencapainya melalui jalan kekayaan, sebagian yang lain mencapainya lewat jalan eksploitasi seksual, tetapi ada pula yang menemukan jalan buntu untuk mencapai kebahagiaan itu. Akhirnya mereka lari pada jalan-jalan spiritual, yang mendekati cara yang ditempuh oleh para nabi.
Hanya saja kelompok yang terakhir ini tidak menggunakan akal pikirannya sesuai dengan proporsi yang sebenarnya dalam menempuh jalan tersebut. Karena sesungguhnya akal manusia tidak mampu memahami semua dimensi jalan yang ditempuhnya. Sifat manusia, termasuk sebagian orang-orang yang menempuh jalan spiritual, terdorong untuk melakukan sikap yang berlebihan ke kiri (ifratb) maupun berlebihan ke kanan (tafritb). Karena itu, dalam agama Ilahi dikenal adanya mursyid (pembimbing)dan pemberi contoh, agar manusia tidak menyimpang dari jalannya.
Materi Tidak akan Mampu Mewujudkan KebahagiaanIni merupakan realitas yang dialami dan dipahami oleh semua orang yang menempuh kebahagiaan melalui jalan materi, orang yang menempuh jalan menumpuk harta kekayaan, orang yang menempuh jalan melalui eksploitasi seksual, orang yang menempuh jalan melalui popularitas, kedudukan, dan jabatan.
Materi memberikan gambaran yang selintas kepada manusia seperti fatamorgana, bahwa dia dapat mengantarkannya kepada kebahagiaan, tetapi pada kenyataannya materi tidak dapat mengantarkannya pada kebahagiaan, kecuali hanya pada batas angan-angan yang ujungnya mencapai titik jenuh, dan cita-citanya hanya tinggal cita-cita.
Alangkah indahnya ungkapan Al-Quran yang berbicara mengenai hal ini:
Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apa pun. Yang didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan padanya perhitungan amal dan Allah Maha Cepat perhitungan-Nya. Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atas¬nya ombak pula, di atasnya lagi awan; gelap gulita yang berlapi-lapis, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, dan barangsiapa tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun. (An-Nur/24:39-40).
Atas dasar inilah, pendidikan Islam diarahkan untuk membebaskan manusia dari lilitan materi, dan melarangnya untuk menjadikan materi sebagai tujuan akhir, serta mengkategorikannya sebagai kebahagiaan yang diharapkan.
Rasulullah saw bersabda:
"Cinta dunia akan memperbanyak kedukaan dan kesusahan; dan menjauhi (cinta) dunia melegakan hati dan tubuh." (Bihar Al-Anwar, 73:120)
Imam Ali bin Abi Thalib (sa) berkata:
"Harta kekayaan penyebab kelelahan dan pemberi kesibukan. (Ghurar AI-Hikam: 54)
"Harta kekayaan adalah penyebab fitnah dan pencetus tragedi." (Ghurar Al-Hikam: 54)
Imam Ja`far Ash-Shadiq berkata:
"Barang¬siapa hatinya terpaut pada dunia maka dia akan tersangkut pada tiga hal: kesedihan yang tiada berakhir, angan-angan yang tak berujung, dan harapan yang tak kunjung datang." (Biharul Anwar 73:120)
Para Imam ma`shum memperingatkan kepada kita mengenai tipuan kelezatan materi yang hanya sesaat. Imam Ali bin Abi Thalib (sa) mengatakan:
"Perumpamaan dunia adalah seperti ular. la sangat halus bila disentuh tetapi di perutnya ada racun yang mematikan. Orang yang berakal akan menghindarinya, tetapi anak kecil yang bodoh akan terjebak olehnya." (Al-Kafi 3:204)
Imam Ja`far Ash-Shadiq (sa) berkata:
"Perumpamaan dunia seperti air laut. Setiap orang haus yang meminumnya, maka kehausannya akan semakin bertambah sampai ia membunuhnya." (Al-Kafi 3: 205)
Hakikat yang disebutkan oleh nash-nash tersebut betul-betul terjadi dalam perialanan sejarah kehidupan manusia hingga di zaman kita sekarang ini. Di sini perlu kami sebutkan sebab-sebabnya mengapa hal itu terjadi:
Sebab PertamaOrang yang mencari kebahagiaan dengan harta kekayaan duniawi, ia akan semakin menambah ketamakan untuk selalu dan terus mencari harta kekayaan itu. Dia tidak akan pernah merasa kenyang dan tenang, bahkan dia akan hidup dalam kegelisahan dan kegoncangan. Atas dasar itulah, Imam Ja'far Ash-Shadiq (sa) mengatakan:
"Semua kebaikan disimpan dalam satu rumah, dan kuncinya adalah zuhud dari dunia (menjauhi cinta dunia)." (Al-Kafi, 3: 394)
Rasulullah saw bersabda:
"Cinta dunia memperbanyak kedukaan dan kesedihan, dan menjauhi cinta dunia melegakan hati dan tubuh." (Safinah AI-Bihar 1: 465)
Imam Ali bin Abi Thalib (sa) mengatakan:
"Buah zuhud adalah kelegaan." (Ghurar Al-Hikam: 360)
Alangkah bagusnya perumpamaan yang disebutkan dalam hadis Imam Al-Baqir (sa). Beliau mengatakan: "Perumpamaan orang yang tamak akan dunia adalah seperti cacing, setiap kali lubangnya bertambah, maka ia semakin jauh untuk bisa keluar sampai ia mati tertimbun." (Al-Kafi, 3:202)
Dalam salah satu nasihat Luqman kepada anaknya disebutkan:
"Janganlah kamu di dunia ini bertindak seperti kambing yang terpana melihat hijaunya dedaunan. la makan dan gemuk kemudian mati karena kegemukan. Tetapi jadikan dunia sebagai jembatan untuk menyeberangi sebuah sungai. Engkau melaluinya, dan meninggalkannya, kemudian tidak kembali lagi kepadanya sampai akhir
zaman nanti." (Al-Kafi 3: 202)
Semua riwayat tersebut mengisyaratkan kepada kita mengenai ketamakan yang menguasai wujud manusia ketika dia tenggelam dalam dunia materi. Materi tidak membuatnya tenang tetapi malah mengantarkannya ke neraka Jahanam, yang jika dikatakan kepadanya, "Apakah engkau sudah penuh?" Maka dia akan menjawab: "Apakah masih ada lagi yang hendak dimasukkan?"
Sebab KeduaHarta kekayaan duniawi akan hilang dan berubah. Oleh karena itu, orang yang terpaut hatinya dengan dunia selalu merasa khawatir kehilangan sesuatu yang hatinya terpaut dengannya. Hal ini adalah sebab lain yang dapat menimbulkan kegelisahan dalam diri manusia. Atas dasar itu pula, nash-nash agama menegaskan bahwa karena kenikmatan materi itu bersifat sementara, maka manusia diingatkan agar lebih hati-hati dan menyadari serta menjauhi untuk tidak mencintai dunia.
Imam Ja'far Ash-Shadiq mengatakan: "Barangsiapa banyak menjaring dunia, maka dia akan lebih banyak merugi ketika dia berpisah dengannya." (Bihar Al-Anwar 73:19)
Imam Ali bin Abi Thalib (sa) mengatakan:
"Demi Allah, jika aku diberi tujuh planet dan apa yang ada di antara mereka, agar aku bermaksiat kepada Allah swt berupa mencuri sebutir gandum yang ada di mulut semut, maka aku tidak akan melakukannya. Sesungguhnya dunia kalian di mataku adalah lebih hina dibanding selembar daun yang ada di mulut belalang. Apa yang ada pada Tuhan yang Maha Tinggi dan Maha Pemberi nikmat tidaklah akan fana, dan kenikmatan dunia tidak akan kekal...." (Nahj Al-Balaghah, Syarh Subhi Al-Shalih: 347)
Pada suatu hari Imam Ali bin Abi Thalib (sa) sedang duduk menjahit sandalnya yang rusak. Tiba-tiba Ibn Abbas masuk dan terheran-heran melihat apa yang sedang dilakukan oleh Ali yang saat itu menjadi pemimpin bagi jutaan kaum Muslimin. Akhirnya terjadilah pembicaraan di antara mereka berdua, kemudian Imam Ali menunjuk sepasang sandalnya yang sudah rusak itu dan berkata: "Demi Allah kedua sandalku lebih aku cintai ketimbang kekuasaan atas kalian, kecuali karena saya ingin menegakkan kebenaran dan menolak kebatilan." (Irsyad Al-Mufid, 1:341)
Imam Ali bin Abi Thalib (sa) pernah berdiri di samping kuburan dan berkata kepada orang-orang mati, karena dia ingin memberikan pelajaran dan peringatan yang berkaitan dengan tujuan hidup yang disebutkan di atas kepada sahabat-sahabatnya:
"Wahai penghuni kubur yang asing, tempat yang sepi, kuburan yang gelap. Wahai orang yang berkalang tanah, wahai orang yang terasing, wahai orang yang sendirian, wahai orang yang asing, engkau telah mendahului kami, dan kami akan menyusul kalian. Rumah kalian telah ditempati, istri kalian telah menikah lagi, dan harta kalian telah terbagi. Inilah kabar yang bisa kami bawa untuk kalian, lalu kabar apa yang bisa kalian sampaikan?"
Setelah itu, Imam Ali menoleh kepada para sahabatnya sambil mengatakan: "Jika mereka bisa berbicara niscaya mereka akan memberitahukan kepada kalian bahwa sebaik-baik bekal ke sana adalah ketakwaan." ( Nahjul Balaghah, Hikmah No. 130)
Dalam Al-Quran Al-Karim disebutkan kisah pertemuan nabi Musa (as) sebagai berikut:
Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. (Al-Kahfi/18: 65).
Seorang hamba yang dimaksud ialah nabi Khidhir (as) sebagaimana yang dijelaskan oleh kitab-kitab tafsir. Mereka berdua bertemu dengan berbagai peristiwa dan Khidhir mengambil tindakan yang mengherankan sekaligus ditentang oleh Musa. Di antara peristiwa itu ialah bahwasanya Khidhir menemukan tembok yang hampir roboh lalu Khidhir memperbaiki dan menegakkannya, yang tentu saja mengundang keheranan Musa, lalu dia mengatakan kepadanya: "jikalau kamu mau maka kamu dapat mengambil upah untuk itu." (Al-Kahfi: 77). Dari situlah Khidhir mulai menafsirkan keladian-kejadian yang ditemuinya. Sehubungan dengan tembok, Khidhir mengatakan kepada Musa: "Adapun Binding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai ke¬pada kedewasaannya...." (Al-Kahfi/18: 83).
Imam Ja`far Ash-Shadiq (sa) menafsirkan "harta benda simpanan" yang disebutkan dalam ayat itu sebagai sebuah pelajaran dan nasihat yang berkaitan dengan kemungkinan lenyapnya dunia. Diriwayatkan pula darinya bahwa harta simpanan (al-kanz) itu adalah lempengan emas yang bertuliskan:
"Amat mengherankan, orang yang meyakini adanya kematian tetapi dia masih bersenang-senang? Amat mengherankan, orang yang meyakini takdir tetapi bersedih? Amat mengherankan, orang yang meyakini hari kebangkitan tetapi masih melakukan kezaliman? Amat mengherankan orang yang melihat dunia dan tingkah laku pemiliknya yang tidak stabil, bagaimana dia masih terus-menerus mengejarnya?" (Ilal Al-Syara'i 1: 59)
Imam Ja`far Ash-Shadiq (sa) mengatakan:
"Sesungguhnya Isa (sa) melihat dunia ini seperti wanita bermata biru, kemudian dia bertanya padanya: 'Berapa kali kamu menikah?' Dia menjawab: 'Berkali-kali.' Isa bertanya lagi padanya: 'Semuanya kamu ceraikan?' Dia menjawab: 'Tidak, tetapi semuanya kubunuh.' Isa berkata: 'Alangkah celakanya suami-suamimu yang masih ada. Mengapa mereka tidak mengambil pelajaran dari suami-suamimu yang terdahulu?" (Bihar Al-Anwar 73: 125)
Imam Ja`far Ash-Shadiq menasihati seseorang: "Jika sudah diketahui bahwa dunia ini fana, mengapa masih banyak orang yang tenteram dengannya?"( Amali Ash-Shaduq: 7)
Nash-nash Islami menegaskan bahwa kenikmatan dunia ini tidak kekal, agar manusia tidak menyandarkan dirinya kepadanya, kemudian setelah itu mereka yang berlindung padanya gelisah karena takut kenikmatan dunianya akan hilang.
Sebab KetigaSebab kegelisahan yang ketiga ialah tidak adanya ketenangan orang-orang yang terpaut dengan dunia. Orang-orang yang berada di balik harta kekayaan yang melimpah, dan ketenaran, serta kenikmatan materi yang lain, kebanyakan tidak mendapatkan kenikmatan itu kecuali dengan merenggut hak-hak orang lain, menaruh beban yang berat di pundak mereka, serta mengisap darah mereka. Sudah barang tentu hal ini menimbulkan pertentangan, permusuhan, dan fitnah yang membuat semua orang tidak tenang. Berbagai bentuk kezaliman itu akan menimbulkan rasa tidak tenteram di hati orang yang melakukannya, dan mereka pun akan menyalahkan diri mereka sendiri.
Semua peperangan, pertikaian berdarah, dan kejahatan yang kita saksikan di dunia ini sebabnya adalah kembali kepada rasa tamak terhadap dunia dan isinya.
Oleh karena itu, Rasulullah saw. bersabda:
"Cinta dunia adalah pangkal kesalahan dan kunci segala kejahatan." (Ad-Daylaini, Irsyad Al-Qulub: 29)
Imam Ali bin Abi Thalib (sa) mengatakan:
"Wahai manusia, jauhilah olehmu cinta dunia karena sesungguhnya cinta dunia adalah pangkal setiap kesalahan, pintu bagi segala macam kejahatan, teman fitnah, dan penyebab malapetaka." (Tuhaful 'uqul: 215)
Ketika Imam Ali bin Abi Thalib (sa) menyampaikan wasiatnya kepada puteranya, Al-Hasan (sa), dia mengatakan: Janganlah engkau tertipu oleh kekalnya ahli dunia, dan upaya mereka untuk memperolehnya... sesungguhnya ahli dunia adalah anjing-anjing yang selalu menyalak, binatang buas yang menerkam mangsanya, yang saling memangsa satu sama lainnya. Yang kuat memangsa yang lemah, dan yang besar menekan yang kecil." (Nahjul Balagbab, Syarh Subhi Ash-Shalih: 400)
Az-Zuhri meriwayatkan dari Imam Ali Zainal Abidin (sa) mengatakan: "Tiada suatu amal pun setelah ma'rifatullah dan ma'rifah Rasulullah saw yang lebih mulia daripada membenci dunia. Dan untuk itu akan menimbulkan konsekuensi yang sangat banyak. Begitu pula, kemaksiatan juga akan menimbulkan konsekuensi yang sangat banyak pula...
Kemudian Imam berbicara tentang konsekuensi yang ditimbulkan oleh kemaksiatan: "Dari kemaksiatan akan timbul: cinta wanita, cinta dunia, cinta kekuasaan, cinta hidup senang, cinta berbicara, cinta jabatan tinggi, dan cinta kekayaan. Semua itu akan menjadi tujuh sifat yang terkumpul menjadi satu, yaitu cinta dunia. Para nabi dan para ulama setelah mengetahui hal itu. mengatakan: 'Cinta dunia adalah pangkal setiap kesalahan." (Al-Kafi 3: 197)
Dengan cara mendidik seperti itu, Islam telah mampu menciptakan suatu generasi yang saleh yang tidak rakus kepada harta kekayaan dan dunia, yang bebas dari kait-kait yang menjerat ruh manusia, yang tak menghiraukan naluri-naluri ke arah materi, yang mendorong manusia untuk hidup sederhana.... Generasi saleh yang tampil pada masa kejayaan Islam telah mempersembahkan bentuk pengorbanan yang paling indah untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, dan tindakan yang paling baik dalam sejarah manusia. Sekiranya "pilot project" Islam yang agung itu terus berlangsung pada kerangka yang ditetapkan oleh Islam dan diarahkan oleh Ahlul Bayt Nabi saw, niscaya perjalanan sejarah manusia akan berubah. Sehingga sejarah kemanusiaan tidak akan mengalami berbagai kesulitan dan bencana, dan dalam sejarah Islam sendiri tidak akan terjadi berbagai tragedi yang mengerikan setiap manusia.
Setelah perjalanan umat Islam menyimpang dari garis yang telah ditetapkan oleh Nabi saw terjadilah berbagai peristiwa tragis yang membuat bulu kuduk manusia berdiri. Kejadian itu bermula dari penyimpangan yang dilakukan oleh para penguasa kaum Muslimin yang membawa kerusakan kepribadian mereka, menumbuhkan syahwat, dan cinta dunia dalam diri mereka. Para penguasalah yang men¬dorong mereka untuk menghabisi ribuan orang-orang baik, pencari kebenaran, dan para pecinta risalah Ilahi. Apa yang ditulis oleh sejarah mengenai para penguasa Bani Umayyah dan Abbasiyyah, serta para gubernur mereka di berbagai kota dan wilayah menunjukkan dengan jelas lenyapnya Islam dari perangkat penguasa. Sebaliknya, para penguasa sangat cinta dunia, dan dosa-dosa yang timbul akibat tenggelamnya mereka dalam kubangan nafsu yang mendorong mereka kepada cinta dunia dan materi.
(Disarikan dari kitab 'Iqâbudz Dzunûb)
Kesimpulan:Saya ingin menambahkan sekaligus menyimpulkan berdasarkan dari keterangan kitab Jami'us Sa'dah:
1. Cinta dunia penyebab utama kegelisahan
2. Dunia tidak hanya harta kekayaan, tetapi juga tahta, kekuasaan, popularitas, wanita dan lainnya.
3. Cinta dunia tidak berarti dilarang mencari dan memiliki dunia. Yang dilarang adalah mencintainya. Beda antara memiliki dan mencintai. Memiliki dunia bermanfaat untuk berbuat kebajikan dengan hartanya, tetapi cinta dunia membawa mudharrat bagi dirinya dan orang lain. Perbedaan ini sangat jelas dalam prilakunya
4. Orang yang nampak sibuk mengurusi dunia tetapi tujuan utamanya untuk hari Akhirat, perjuangan Islami, pengembangan misi Rasulullah dan Ahlul baitnya (sa), pada hakikatnya itu bukan sibuk dengan urusan dunia tetapi urusan akhirat.
5. Sebaliknya orang yang nampak sibuk ngurusi akhirat, tetapi tujuannya dunia, maka ia pada hakikat bukan sibuk dengan urusan akhirat tetapi sibuk dengan urusan dunia dan cinta dunia. Ini berdasarkan pernyataan dari Imam Ja'far Ash-Shadiq (sa). Pada suatu hari Imam Ja'far menyampaikan pernyataan di majlisnya di depan murid-muridnya: "Barangsiapa yang memikir dunia dari bangun tidur hingga malam hari, maka ia tidak akan mencium bau surga..." Lalu murid-muridnya yang tidak hadir saat itu karena sibuk dengan perdagangan ke luar kota. mereka datang tergopoh-gopoh karena rasa takut menjumpai Imam (sa) dan bertanya: Aku mendengar pernyataanmu yang sangat menakutkan bagi kami, dan kami tidak bisa hadir karena kami sibuk berdagang dan mencari dunia ke luar kota, apakah kami tergolong pada pernyataan Imam? Imam menjawab: Untuk apa kamu mencari dunia? Untuk kebutuhan keluarga, untuk ibadah, untuk membantu saudara-saudara kami yang kurang mampu, kemudian sisanya kami gunakan untuk menunaikan haji.
Kemudian Imam berkata: Kamu tidak mencari dunia tetapi mencari akhirat."
Wassalam
Syamsuri Rifai
Foto tempat2 bersejarah Islami, Asbabun Nuzul ayat2 pilihan, hadis2 pilihan, amalan Praktis, bermacam2 shalat sunnah, doa-doa pilihan, dan artikel-artikel Islami, klik di sini:
http://syamsuri149.wordpress.comhttp://shalatdoa.blogspot.com
Amalan praktis, Adab2 dan doa2 pilihan haji dan umroh dilengkapi tek arab, bacaan tek latin dan terjemahan, klik di sini:
http://almushthafa.blogspot.comMilis artikel2 Islami, macam2 shalat sunnah, amalan2 praktis dan doa-doa pilihan serta eBooknya, klik di sini:
http://groups.google.com/group/keluarga-bahagiahttp://groups.yahoo.com/group/Shalat-DoaMilis Feng Shui Islami, rahasia huruf dan angka, nama dan kelahiran, rumus2 penting lainnya, dan doa2 khusus, klik di sini:
http://groups.google.co.id/group/feng-shui-islamiDownload gratis Mobile Magazine, majalah bermacam2 produk Hp dan elektronik, klik di sini :
http://www.mobile-indonesia.comIngin kerjasama buka cabang di kota atau daerah Anda, hubungi Redaksi: Jl. Tebet Timur Dalam VII E No. 17 Jakarta Selatan 12820. Phone : 62-21-835.2103.